Ranking 1 FIFA
- Angel Valen
- Nov 16, 2015
- 5 min read

Jika berbicara mengenai negara sepakbola terbaik, maka kebanyakan orang akan menjawab Brasil, Argentina dan tentu saja Jerman yang baru saja mengangkat trofi Piala Dunia tahun lalu. Namun, ternyata itu tidak sepenuhnya tepat, karena menurut ranking FIFA, negara yang berada di posisi teratas adalah Belgia!
Mereka menduduki posisi puncak untuk pertama kali dalam sejarah usai menaklukkan Israel pada ajang kualifikasi Euro 2016 Oktober silam. The Red Devils melesat dari urutan ketiga ke posisi tertinggi karena Argentina (yang awalnya di urutan pertama) dipermalukan Ekuador di kandang sendiri lalu ditahan imbang Paraguay, sementara Jerman (di posisi kedua) juga secara mengejutkan takluk oleh Republik Irlandia.
Hal tersebut membuat perolehan Belgia bertambah menjadi 1.440, dengan Jerman tetap di urutan kedua dengan 1.388, dan Tim Tango harus terlempar ke posisi tiga dengan 1.383 poin.
Catatan historis itu sangat mengejutkan banyak pihak, terlebih lagi, Belgia memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat sejak menduduki posisi terburuk pada 2007 silam (peringkat 71). Dengan kata lain, The Red Devils menaiki tangga ke puncak dari episode terburuk hanya dengan waktu delapan tahun!
Tetapi, tentu saja, dalam tempo waktu tersebut dibutuhkan kerja keras dari semua pihak untuk bisa membangkitkan sepakbola Belgia yang sempat terpuruk dan bahkan dianggap memalukan karena gagal melalui babak grup Euro 2000, di mana mereka menjadi tuan rumah.
"Orang-orang di Belgia mulai mempertanyakan tim. Setelah Euro 2000, ada perasaan memalukan, hubungan tim tidak terlalu bagus," ungkap mantan direktur teknik timnas Belgia, Michael Sablon, seperti yang dilansir BBC Sport.
Lalu bagaimana sepakbola Belgia bisa bangkit? Alasan pertama adalah jawaban yang sangat standar namun sangat sulit untuk diatasi, masalah pembinaan.
Sablon yang sepertinya merasa terpukul dengan drastisnya penurunan prestasi sejak generasi emas pertama pada 1980-an dan buruknya penerimaan masyarakat terhadap tim nasional, bertekad untuk merevolusi sepakbola Belgia pada 2006, dari sanalah kebangkitan dimulai.
Berbekal kunjungan dari pemusatan latihan terbaik di Prancis, Belanda dan Jerman, Sablon dengan gencar meminta semua klub sepakbola usia dini di Belgia, mulai dari tim akademi hingga di sekolah- sekolah untuk memasang formasi 4-3-3 yang kerap dipakai oleh tim nasional.
Sablon tidak hanya berbicara dan memerintah, namun ia menyebar brosur dan mengajarkan secara langsung kepada para pelatih tim akademi bagaimana memainkan formasi tersebut dengan paling maksimal. Butuh waktu, tetapi perlahan pesan yang disampaikan tertanam di seluruh penjuru negeri.
Selain, mengubah dan memakemkan formasi, Sablon juga mengubah arah tujuan sepakbola usia dini Belgia. Ia meminta sepakbola usia muda membuang tekanan untuk mementingkan hasil akhir. Sablon menilai tekanan untuk meraih kemenangan membuat sepakbola Belgia tidak berkembang, bahkan ia sampai memastikan tim-tim U-7 dan U-8 tidak memiliki klasemen pertandingan.
"Hasil akhir dibuang keluar," ujar Sablon. "Target tim akademi tidak lagi memenangkan pertandingan, hanya untuk mengembangkan pemain. Ini tidak mudah, saya secara pribadi diserang oleh media dan oleh orang-orang di federasi Belgia."
Ia juga menambahkan peraturan, seorang pemain tidak bisa 'turun usia' jika sudah dipakai oleh timnas usia yang lebih senior. Salah satu 'korban' kebijakan tersebut adalah Vincent Kompany yang sudah dipanggil timnas senior saat masih berusia 17 tahun. Ia akhirnya tidak bisa memperkuat timnas junior di laga-laga krusial karena hal tersebut.
Sejak saat itu, prestasi Belgia, terutama di sektor timnas usia dini, semakin meningkat. Pemain-pemain Belgia semakin banyak berkembang dan dilirik oleh klub-klub besar Eropa.
Pada 2008, Kompany menjadi salah satu dari dua pemain asal Belgia di Liga Primer Inggris. Namun sekarang, pemain asal Belgia membanjiri kasta tertinggi sepakbola Inggris tersebut, bahkan sebagian besar di klub raksasa seperti seperti Eden Hazard dan Thibaut Courtois di Chelsea, Marouane Fellaini di Manchester United, Simon Mignolet dan Christian Benteke di Liverpool dan lainnya.
"Lima atau enam tahun lalu, tidak ada yang bersedia memberi kesempatan kepada pemain asal Belgia untuk bermain di Inggris," ujar Mignolet. "Sejak pemain seperti Kompany, Vermaelen dan Fellaini ke sana, mereka menunjukkan kepada klub dan kepada dunia bahwa pemain asal Belgia bisa sukses di level tertinggi.
"Sejak itu, klub Inggris dan Spanyol mulai sering memberi kesempatan pada pemain Belgia. Sekarang, kami banyak bermain di level tertinggi, dan itu disusul dengan perkembangan tim nasional."
Ya, dengan banyaknya pemain-pemain Belgia yang menjadi tulang punggung klub-klub raksasa Eropa, tim nasional mereka menjelma menjadi sebuah kekuatan besar.
Pada tahun 2007 - saat berada di urutan 71 - hingga 2010, fans harus banyak membiasakan diri melihat Belgia menelan kekalahan demi kekalahan. Dalam 48 pertandingan sepanjang tahun tersebut, The Red Devils hanya menang 12 kali, imbang enam kali dan 20 sisanya berakhir dengan tangisan.
Pada 2011, generasi emas mulai bisa menunjukkan taring di atas lapangan hijau. Diperkuat pemain-pemain klub Eropa dan ditambah dengan jam terbang di timnas yang terus naik sehingga kekompakan juga meningkat, tidak mengherankan mereka hanya menelan satu kekalahan dalam 11 pertandingan, meski hasil akhir masih banyak diwarnai hasil imbang (5). Sayang, di tahun 2012 mereka tidak tergabung dalam Euro karena gagal melewati kualifikasi yang digelar pada 2010 sampai 2011.
Perkembangan Belgia semakin tidak terhentikan di tahun-tahun berikutnya, dengan kemenangan semakin menjadi hal biasa bagi fans. Belgia berhasil menembus babak perempat-final Piala Dunia 2014 (dihentikan Argentina) dan memastikan diri lolos ke Euro 2016 mendatang dengan memuncaki grup B.
Kekuatan Belgia saat ini memang bisa dipandang sebagai salah satu yang terbaik, dengan kualitas yang merata di setiap lini menjadi salah satu keunggulan mereka.
Pada sektor pertahanan, status kiper utama akan diperebutkan dua kiper sensasional, Courtois dan Mignolet, kemudian Kompany, Jan Vertonghen, Toby Alderweireld hingga Thomas Vermaelen siap melapisi di bagian belakang.
Sektor tengah menjadi kekuatan utama Belgia, dengan dihuni berbagai tipe gelandang yang akan mampu memecahkan segala bentuk strategi peredam lawan. Mulai dari Eden Hazard, Dries Mertens, Adnan Januzaj dan Axel Witsel yang memiliki kreativitas dan kelincahan, kemudian Kevin de Bruyne, Moussa Dembele dan Nacer Chadli yang tangguh dalam bertahan dan juga menyeramkan ketika membantu serangan serta Radja Nainggolan dan Marouane Fellaini yang bermain bagai karang di lini tengah.
Bila lini tengah masih kurang, lini depan juga tidak kalah menakutkan. Christian Benteke, Romelu Lukaku dan juga Divock Origi akan selalu menjadi ancaman apabila mereka diberi ruang di dalam kotak penalti.
Namun, bagaimanapun juga, mental juara di level internasional masih menjadi kekurangan besar yang dimiliki oleh Belgia. Meski memiliki pemain-pemain yang kerap meraih trofi di level klub, namun tekanan bermain untuk kebanggaan negara tentu akan terasa berbeda.
Bagaimana mereka tumbang dari Argentina di Piala Dunia menjadi salah satu contoh. Mereka tertinggal melalui gol cepat Gonzalo Higuain di menit kedelapan dan gagal mencetak gol penyeimbang hingga wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir meski unggul dalam penguasaan bola dan juga dalam penciptaan peluang.
Pelatih Marc Wilmots pun mengakui bahwa Belgia kalah dari Argentina bukan karena faktor kualitas, karena dalam laga tersebut kedua kubu terlihat seimbang.
"Dunia sudah melihat bahwa Belgia memiliki tim yang luar biasa. Saya pikir kami bisa bangga dengan tim kami. Hal kecil membuat perbedaan di pertandingan [melawan Argentina] tetapi tidak ada perbedaan dalam hal kualitas," ujarnya.
Di Euro 2016 Prancis mendatang, Belgia memiliki kesempatan untuk membuktikan kelaikan mereka nangkring di puncak daftar FIFA. Kans juara cukup terbuka bagi skuat Wilmots yang semakin matang usai tersingkir dari Brasil dua tahun silam.
Namun bagaimanapun juga, mereka harus membuktikan kualitas mereka dalam ujian yang lebih dekat yaitu menghadapi dua mantan juara dunia - Italia (14/11) dan Spanyol (18/11) - pada jeda internasional kali ini.
Comments